Skill Multitasking Hanya Mitos? Simak Fakta-Fakta Berikut!
Lifestyle office wellbeing Workplace

Skill Multitasking Hanya Mitos? Simak Fakta-Fakta Berikut!

by GoWork Team

Apakah kamu pernah melakukan dua pekerjaan dalam satu waktu sekaligus? Benar, kegiatan tersebut merupakan skill multitasking yang di masa serba cepat seperti saat ini sangat dibutuhkan banyak orang. Skill multitasking dipercaya mampu membuat pekerjaan jadi lebih efisien dan cepat selesai. Beberapa orang bahkan melatih diri untuk melakukannya agar dapat memberi mereka kemudahan di setiap pekerjaan.

Semakin sering seseorang melakukan multitasking, maka semakin besar kemungkinan munculnya gejala depresi dan kecemasan sosial

Faktanya, skill multitasking hanyalah sebuah mitos. Sejumlah peneliti menemukan bahwa skill multitasking hanyalah omong kosong belaka. Bahkan mereka menganggap bahwa manusia tidak akan pernah mampu melakukan multitasking dalam waktu yang sama. Berikut ini adalah beberapa fakta mengenai skill multitasking yang perlu kamu ketahui.

Bukan mengerjakan secara bersamaan, tetapi bergantian

Bila kamu merasa bahwa kamu sedang melakukan dua hal sekaligus dalam satu waktu, hal tersebut sama sekali bukan skill multitasking. Faktanya, kamu hanya bergantian melakukan satu hal ke hal yang lain hingga pekerjaan tersebut selesai dalam waktu yang relatif sama.

Pergantian kegiatan seperti ini bahkan membuat kita semakin tidak produktif. Penelitian yang dilakukan oleh Ohio State University menemukan bahwa orang yang melakukan multitasking justru mengalami penurunan produktivitas sebesar 40%. Hal ini dibandingkan mereka yang fokus dalam satu kegiatan dan berpindah ke kegiatan yang lain setelah kegiatan pertama selesai.

Ada bagian otak yang melakukan pekerjaan berbeda

Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan skill multitasking sebenarnya didasari oleh kemampuan otak dalam memproses informasi. Otak memiliki bagian-bagian dengan tugas yang berbeda. Namun, ketika salah satu bagian otak menerima dua perintah sekaligus, hal ini justru menyebabkan switch-tasking.

Misalnya, ketika kamu menulis email bersamaan dengan menelpon seseorang. Kedua kegiatan ini, menelpon dan menulis email, sama-sama termasuk dalam kategori kegiatan berkomunikasi. Bagian otak yang bertugas mengatur komunikasi akan kesulitan ketika harus menerima dua perintah sekaligus. Akibatnya, salah satu pekerjaan akan terhenti selagi pekerjaan baru dilakukan.

Baca jugaSering Lembur? Normal atau Manajemen Waktu Yang Buruk?

Otak mampu menghalau distraksi

Orang yang melakukan multitasking justru mengalami penurunan produktivitas sebesar 40%.

Menyelesaikan satu tugas sebelum melakukan tugas yang lain faktanya lebih efisien ketimbang harus melakukannya secara bersamaan. Fakta ini didukung oleh penemuan satu bagian otak yang mengatur seseorang untuk mengendalikan distraksi sehingga pekerjaan dapat lebih fokus. Bagian otak tersebut dikenal sebagai executive system. Sistem ini mampu membantu seseorang untuk menghalau distraksi yang dapat mengganggu fokus bekerja.

Cara executive system untuk menghalau distraksi cukup unik. Sistem otak akan memprioritaskan informasi yang berkaitan dengan pekerjaan awal yang ingin kamu lakukan. Misalnya, ketika kamu bekerja sambil mendengarkan musik dan kamu lebih ingin fokus bekerja. Musik yang kamu dengar tanpa sadar seakan-akan tidak terdengar sehingga kamu jadi lebih fokus bekerja. Hal ini terjadi karena otak akan memprioritaskan informasi visual dan meminimalisir informasi audio yang kamu terima.

Kemampuan otak ini harus didukung dengan lingkungan sekitar. Untuk membantu otak bekerja lebih fokus, kamu dapat sewa private office di GoWork. Setiap lingkungan didukung dengan situasi sekitar yang kondusif sehingga mampu memaksimalkan fokus. Pekerjaan pun jadi lebih efisien dan cepat selesai.

Evolusi memengaruhi kemampuan otak untuk bekerja

Meski skill multitasking saat ini dianggap sebagai mitos, nyatanya tidak menutup kemungkinan bahwa manusia di masa depan akan mampu melakukannya secara efektif. Evolusi dianggap sebagai cara manusia untuk bertahan hidup dengan memperbaiki ketidakmampuan manusia di generasi sebelumnya. Kemampuan manusia modern untuk berkembang nantinya akan sejalan dengan perkembangan zaman.

Konsekuensi melakukan multitasking

Skill multitasking, atau switch tasking, apapun itu ternyata bisa berdampak buruk bagi pelakunya. Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan sejumlah konsekuensi saat melakukan multitasking, Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengakibatkan kerusakan otak

Multitasker atau orang-orang yang melakukan multitasking terbukti mengalami pengurangan materi abu-abu dalam otak, khususnya yang berkaitan pada kontrol kognitif dan regulasi motivasi dan emosi.

2. Menimbulkan masalah pada memori

Multitasker menunjukkan kelemahan dalam memori kerja (kemampuan  untuk menyimpan informasi relevan saat mengerjakan tugas) dan memori jangka panjang (kemampuan menyimpan informasi dalam periode waktu yang lebih lama).

3. Dapat meningkatkan stres kronis

Semakin banyak seseorang melakukan multitasking saat bekerja, maka semakin banyak pula stres yang dialaminya. Hal ini karena informasi yang terus-menerus masuk meningkatkan respons stres sehingga berpotensi mengakibatkan stres kronis.

4. Meningkatkan depresi dan kecemasan sosial

Sebuah penelitian mencoba melihat hubungan antara multitasking dan kesehatan emosional. Hasilnya, semakin sering seseorang melakukan multitasking, maka semakin besar kemungkinan munculnya gejala depresi dan kecemasan sosial.

Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan skill multitasking sebenarnya didasari oleh kemampuan otak dalam memproses informasi.

Skill multitasking bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan, khususnya di dunia kerja. Sebaliknya, kebiasaan untuk melakukan banyak aktivitas sekaligus justru mengurangi efektivitas kerja sehingga berpengaruh pada produktivitas seseorang. Nah, maka dari itu, bekerjalah di tempat yang didesain untuk memaksimalkan fokus dan produktivitas, jadi semua pekerjaanmu dapat terselesaikan tepat waktu!